Burung terbang

Script:
animasi blog

Rabu, 15 Maret 2017

Kisah Nabi Syis & Nabi Khidir

Cerita Nabi Syits, Kisah keturunannya yang luar biasa hebat


nabi Syits, beliau adalah keturunan dari nabi Adam yang lahir tunggal dari seluruh putra kembarnya. Beliau memiliki wajah yang mirip dengan nabi Adam. Oleh Allah SWT, Syits diangkat menjadi nabi karena mempunyai kebijaksanaan terhebat dalam sepanjang masa.
 

Nabi Syits hidup sekitar tahun  3630 sampai 2718 sebelum masehi, berbeda dengan manusia saat ini yang berumur paling lama 100 tahunan, nabi syits hidup sekitar 912 tahun, meninggal pada usia 1042 tahun. Istri Nabi Syits bernama Azura (hazurah), dari pernikahannya dengan Azura pada usia ke 105 tahun, lahirlah seorang anak bernama enos. Ia juga merupakan guru Nabi Idris yang pertama kali mengajarkan membaca dan menulis, ilmu falak, menjinakkan kuda dan lain-lain

Nabi Adam memberikan nasihat penting kepada Nabi Syit A.S, antara lain sebagai berikut :

yang pertama, Janganlah kamu merasa tenang dan aman hidup di dunia. Karena aku merasa tenang hidup di surga yang bersifat abadi, ternyata aku dikeluarkan oleh Allah daripadanya.

yang kedua, Janganlah kamu bertindak menurut kemauan hawa istri-istri kamu. Karena aku bertindak menurut kesenangan hawa istriku, sehingga aku memakan pohon terlarang, lalu aku menjadi menyesal.
 
yang ketiga, Setiap perbuatan yang kamu lakukan, renungkan terlebih dahulu akibat yang akan ditimbulkan. Seandainya aku merenungkan akibat suatu perkara, tentu aku tidak tertimpa musibah seperti ini.

yang keempat, Ketika hati kamu merasakan kegamangan akan sesuatu, maka tinggalkanlah ia. Karena ketika aku hendak makan syajarah, hatiku) merasa gamang, tetapi aku tidak menghiraukannya, sehingga aku benar-benar menemui penyesalan.

Yang kelima, Bermusyawarahlah mengenai suatu perkara, karena seandainya aku bermusyawarah dengan para malaikat, tentu aku tidak akan tertimpa musibah.

Cerita Nabi Syits dalam versi Jawa


Nabi adam yang sangat menyayangi Syits, sehingga kemudian Nabi adam memohon kepada Allah agar suatu saat nanti Syits menjadi penguasa atas keturunan saudara-saudaranya. Ketika nabi adam berdoa, Ngejajil mendengarnya. Maka iblis itu berhasrat untuk mencampurkan darah keturunannya dengan darah syits.

Di ruang peradunan, Dewi Mulat, yaitu istri syits saat itu sedang tidur lelap. Adanya kesempatan tersebut digunakan oleh Ngajajil untuk menukar dewi mulat dengan putrinya yang bernama Dewi Dlajah. Karena dewi Dlajah memiliki serupa dengan DEwi Mulat, syits yang menyaksikan istrinya hanya mengenakan gaun tembus pandang itu sontak terbakar gairah kelakiannya. Syits menyetubuhi Dlajah. Seusai benih kehidupan dipancarkan Syits ke dalam ladang rahim Dlajah, Ngajajil menukar putrinya itu dengan mulat. Belum puas sekali bersegama, syits kembali memancarkan benih kehidupan ke dalam ladang Rahim Mulat.

Waktu terus berjalan, hingga lahirnya putra putra SYits. Dari rahim mulat, lahirlah bagi laki-laki normal dan cahaya berkilauan. Dari rajim Dlajah, lahirlah gumpalan darah yang berkilauan. Oleh ngajajil, gumpalan darah itu disatukan dengan cahaya berikilauan dari rahim mulat. Putra mulat diberi nama Sayid Anwas. Putra paduan mulat dan dlajah diberi nama Sayid Adwar.

Di masa kecilnya, sayid anwas yang dikaruniai wajah yang tampan itu diasuh oleh Nabi Adam. Sedang Sayid anwar yang berparah mempesona itu diasuh oleh Ngajajil. Sebagai putri yang terberkati, kedua putra syits tersebut memiliki kemampuan yang luar biasa. Yang berbeda antara keduanya adalah, jika Sayid Adwas menyenangi ilmu agama, sedangkan sayid anwar menyenangi laku tirakat dan bertapa.
Sayid Anwar yang telah nginjak usia dewasa kepada Ngajajil, “Sebenarnya siapa ayahku, kek?”

Ngajajil pun menjawab “ketahuilah, cucu! kau masih keturunan Syits.” Kemudian ngajajil menhirup napas panjang sebelum menghembuska kuat-kuat. “Kalau kau ingin bertemu dengan ayahmu. Maka carilah Syits, putra mantuku itu”

Mendengar penuturan Ngajajil, Sayid Anwar segera berpamitan. Mencari Syits. Setelah bertemua dengan Syits, awalnya SYits tidak mengakui Sayid Anwar sebagai putranya. Tapi setelah mendapatkan terang batin dari Allah, SYits merangkul Sayid Anwar. Rangkulan haru antara ayah dan putra.

Seperti Sayid Anwas. Sayid anwar kemudian hidup di bawah asyuhan adam. Oleh sang kakek, asyid anwar mendapatkan pesan agar tidak meminum air kehidupan. Namun pesan itu dilanggarnya. Karenanya Sayid anwar diusir pergi oleh Adam.

Dengan penuh rasa kecewa, sayid anwar akhirnya pergi meninggalkan adam untuk berkelanan. Di tengah perjalanan, sayid anwar bertemua dengan malaikat harut dan marut yang menyesatkannya ke arah tepian sungai nil. Di tepian sungai nil tersebut, ia bertemua dengan beberapa anak adam lainnya.

Kepada paman-pamannya, sayid anwar belajar ilmu laduni yang dapat melihat masa depan dan juga berbagai ilmu lainnya. Sesudah mendapatkan cukup bekal ilmu, sayid anwar melanjutkan perjalanan ke arah lemah dewani yang terletak di antara pulau maldewa dan laksdewa. Di pulau kecil tersebut, sayid anwar melakukan tapa brata yang cekat melihat matahari dari terbit hingga terbenam. Setelah tujuh tahun bertapa, sayid anwar dapat menundukkan bangsa jin.

Mengetahui bahwa bangsa jin telah dikalahkan oleh sayid anwar, prabu naradi yang merasa terancam kekuasaannya itu melabrak dan mengajak asyid anwar untuk berduel. Dalam pertarungan itu, prabu nuradi mengalami kekalahan. Sesudah turun tahta, prabu naradi mengangkat sayid anwar sebagai raja jin dan menyerahkan putrinya sebagai permaisuri. Ketika telah menjadi rasa, sayid anwar memiliki gelar prabu nurasa.

Prabu nurasa yang telah tinggal abadi di tempat yang tingi (kahyangan) meminta izin pada Tuhan sebagai penguasa alam semesta. Tuhan mengabulkan doa nurasa untuk menjadi seorang murtad dari ajaran keturunan adam. Ketika menjadi rasa, Lemah dewani diubah menjadi tanah jawi, (tanah jawa)

Dari prabu Nurasa, lahirlah keturunan-keturunan yang akan menjadi raja di tanah jawa. Berikut ini merupakan urutan garis keturunan dari Prabu Nurasa :

  • Sang hyang wenang
  • Sang Hyang Tunggal
  • Sang Hyang Manikmaya
  • sang hyang Brama
  • bramani
  • Abiyasa
  • Pandu
  • Arjuna
  • Abimanyu
  • parikesit
  • udayana
  • Grendayana
  • Jayabaya
  • Jayamilaya
  • Jayamisena
  • Kusumawicitra
  • Citrasoma
  • Pancadriya
  • Anglingdriya
  • Suwelacala
  • Seri Mahapunggung
  • Kandiawan
  • Gentayu
  • Lembu Amiluhur
  • Panji
  • Kuda Lalean
  • Banjaransari
  • Mundingsari
  • Mundingwangi
  • Pamekas
  • Jaka Seseruh
  • Prabu Anom
  • Adaningkung
  • Hayam Wuruk
  • Lambu AMisani
  • Bra Tanjung
  • Brawijaya
  • Bondan Kejawan
  • Getas Pendawa
  • Ki Ageng Sela
  • Ki Ageng Nis
  • Ki Ageng Pemanahan
  • Penembahan Senopati
  • Sultang Agung

Sementara itu di tempat lain, Sayid Anwar yang tumbuh dewasa dalam asuhan Adam melahirkan manusia manusia yang dimulai dari Nabi idris, ibrahim, musa, isa sampai pada Muhammad SAW. Selain melahirkan keturunan orang sholeh, keturunan sayid juga menumbuhkan suku-suku bangsa yang hebat, seperti israil, arab, arya dan bangsa bangsa besar lainnya.

Sedangkan keturunan Sayid Anwar, karena juga mendapatkan berkah Allah  melalui doa Adam, juga banyak melahirkan bangsa-bangsa besar pada masa-masa kerajaan Jawa. Cukup banyak raja-raja keturunan Sayid Anwar yang menguasai bangsa-bangsa lain di muka bumi ini.

Dalam perputaran peradaban, antara keturunan Sayid Anwar dan Sayid Anwas telah banyak yang mengalami bersilangan. Dari persilangan-persilangan inilah yang membuat kehidupan mereka tumpang tindih. Ada keturunan Sayid Anwas yang kemudian mengikuti jejak pemikiran Sayid Anwar yang sesat. Sebaliknya, tidak sedikit pula keturunan Sayid Anwar yang kembali pada ajaran nenek moyang mereka dan menganut agama yang diajarkan Adam serta leluhur mereka Nabi Syith.  Namun terlepas dari semua itu, baik keturunan Sayid Anwas maupun keturunan Sayid Anwar sama-sama mempunyai darah superioritas, sehingga dengan izin Allah tidak sedikit dari mereka yang menjadi pemimpin-pemimpin bangsa lainnya.

KISAH NABI KHIDIR AS

Salah satu kisah Al-Qur'an yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan misteri adalah, kisah seseorang hamba yang Allah SWT memberinya rahmat dari sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa, yaitu:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun." (QS. al-Kahfi: 60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma' al-Bahrain(pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu perjanjian penting yang dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majmaal-Bahrain. Anda dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misterius dan samar. Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang lama untuk mengetahui hakikat tempat ini. Ada yang mengatakan bahwa tempat itu adalah laut Persia dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi bahwa itu adalah laut Jordania atau Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahwa itu berada di Thanjah. Ada yang berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat dari tempat-tempat itu.
Seandainya tempat itu harus disebutkan niscaya Allah SWT akan rnenyebutkannya. Namun Al-Qur'an al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu, sebagaimana Al-Qur'an tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga, Al-Qur'an tidak menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam kisah itu karena adanya hikmah yang tinggi yang kita tidak mengetahuinya. Kisah tersebut berhubungan dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki, karena biasanya ilmu yang kita kuasai berkaitan dengan sebab-sebab tertentu. Dan tidak juga ia berkaitan dengan ilmu para nabi karena biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita sekarang berhadapan dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang berkaitan dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian tabir yang tebal.
Di samping itu, tempat pertemuan dan waktunya antara hamba yang mulia ini dan Musa juga tidak kita ketahui. Demikianlah kisah itu terjadi tanpa memberitahumu kapan terjadi dan di tempat mana. Al-Qur'an sengaja menyembunyikan hal itu, bahkan Al-Qur'an sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah SWT mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:
"Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (QS. al-Kahfi: 65)
Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud, yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar darinya. Nabi Musa adalah seseorang yang diajak bebicara langsung oleh Allah SWT dan ia salah seorang ulul azmidari para rasul. Beliau adalah pemilik mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara. Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur'an meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahwa ia adalah Khidir as.
Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah SWT tanpa sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui. Mula-mula Khidir menolak ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Akhirnya, Khidir mau ditemani oleh Musa tapi dengan syarat, hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga Khidir menceritakan kepadanya. Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia tidak berbicara dan gerak-geriknya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Musa. Sebagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap sebagai kejahatan di mata Musa; sebagian tindakan Khidir yang lain dianggap Musa sebagai hal yang tidak memiliki arti apa pun; dan tindakan yang lain justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang. Meskipun Musa memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmunya dari sisi Allah SWT.
Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bagian dari hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para nabi pun sulit memahaminya. Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam Al-Qur'an telah menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab-mazhab sufi di dalam Islam menjadi segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan adanya hamba-hamba Allah SWT yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para nabi dan para syuhada "cemburu" dengan ilmu mereka. Keyakinan demikian ini timbul karena pengaruh kisah ini.
Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah SWT. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia seorang nabi. Terdapat banyak cerita bohong tentang kehidupan Khidir dan bagaimana keadaannya. Ada yang mengatakan bahwa ia akan hidup sampai hari kiamat. Yang jelas, kisah Khidir tidak dapat dijabarkan melalui nas-nas atau hadis-hadis yang dapat dipegang (otentik). Tetapi kami sendiri berpendapat bahwa beliau meninggal sebagaimana meninggalnya hamba-hamba Allah SWT yang lain. Sekarang, kita tinggal membahas kewaliannya dan kenabiannya. Tentu termasuk problem yang sangat rumit atau membingungkan. Kami akan menyampaikan kisahnya dari awal sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Qur'an.
Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Pembicaraan Nabi Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: "Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?" Dengan nada emosi, Musa menjawab: "Tidak ada."
Allah SWT tidak setuju dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya: "Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah SWT meletakkan ilmu-Nya?" Musa mengetahui bahwa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan. Jibril kembali berkata kepadanya: "Sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang berada di majma' al-Bahrain yang ia lebih alim daripada kamu." Jiwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba yang alim.
Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan saleh. Tempat yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut. Namun Musa berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun beliau harus berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.
Musa berkata kepada pembantunya: "Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu." Pemuda atau pembantunya berkata: "Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang tidak terlalu berat." Kedua orang itu sampai di suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda yang diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat pertamuannya dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar kepadanya. Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahwa ikan yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada pembantunya: "Coba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini."
Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada Nabi Musa karena lupa menceritakan hal itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan suatu cara yang mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata: "Demikianlah yang kita inginkan." Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju ke lautan.
Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan suatu kesamaran dan tabir yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir di depan Anda terpampang maka sebelum tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan dengan tabir-tabir yang lain. Akhirnya, Musa sampai di tempat di mana ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur di dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut. Di sanalah mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui usianya. Yang kita ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh Al-Qur'an: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."
Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus pada sesuatu yang ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat fisik atau lahiriah. Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: 'Bawalah ke rnari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan hita ini.' Muridnya menjawab: 'Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.' Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (QS. al-Kahfi: 61-65)
Bukhari mengatakan bahwa Musa dan pembantunya menemukan Khidir di atas sajadah hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia menyampaikan salam kepadanya. Khidir berkata: "Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?" Musa menjawab: "Aku adalah Musa." Khidir berkata: "Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil." Musa berkata: "Dari mana kamu mengenal saya?" Khidir menjawab: "Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?" Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: "Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya." Khidir berkata: "Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku."
Kita ingin memperhatikan sejenak perbedaan antara pertanyaan Musa yang penuh dengan kesopanan dan kelembutan dan jawaban Khidir yang tegas di mana ia memberitahu Musa bahwa ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa, sebagaimana ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir. Para ahli tafsir mengemukakan bahwa Khidir berkata kepada Musa: "Ilmuku tidak akan engkau ketahui dan engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat menjadi landasan dan ukuran untuk menilai ilmuku. Barangklali engkau akan melihat dalam tindakan-tindakanku yang tidak engkau pahami sebab-sebabnya. Oleh karena itu, wahai Musa, engkau tidak akan mampu bersabar ketika ingin mendapatkan ilmuku." Musa mendapatkan suatu pernyataan yang tegas dari Khidir namun beliau kembali mengharapnya untuk mengizinkannya menyertainya untuk belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahwa insya Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentang sedikit pun.
Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan Allah SWT, merendah di hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahwa ia tidak akan menentang perintahnya. Hamba Allah SWT yang namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an menyatakan bahwa di sana terdapat syarat yang harus dipenuhi Musa jika ia bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa bertanya tentang syarat ini, lalu hamba yang saleh ini menentukan agar Musa tidak bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau hamba yang saleh itu akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan kemudian mereka pun pergi. Perhatikanlah firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi:
"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?' Musa berkata: 'Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.'" (QS. al-Kahfi: 66-70)
Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar mau mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu mereka pun membawanya beserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melobangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang jauh.
Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berpikir. Musa berkata kepada dirinya sendiri: "Apa yang aku lakukan di sini, mengapa aku berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku tidak tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah SWT sehingga mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami tanpa meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merusak perahu itu dan melobanginya." Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata: "Apakah engkau melobanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela." Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah SWT itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia karena Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir karena ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak menghukumnya.
Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah SWT ini membunuh anak kacil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah SWT itu kembali mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya karena lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu. Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mau menjamu mereka.
Kemudian datanglah waktu sore. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat heran melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa berkata: "Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu." Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah SWT itu berkata kepadanya: "Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku." Hamba Allah SWT itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.
Kemudian hamba Allah SWT itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kesamaran dan kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba yang saleh itu—yang membuat Musa bingung—bukanlah hasil dari rekayasanya atau dari inisiatifnya sendiri, ia hanya sekadar menjadi jembatan yang digerakkan oleh kehendak Yang Maha Tingi di mana kehendak yang tinggi ini menyiratkan suatu hikmah yang tersembunyi. Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras namun pada hakikatnya justru menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah bahwa aspek lahiriah bertentangan dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana setetes air dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah SWT itu hanya memperoleh ilmu dari Allah SWT sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh burung yang mengambil dari lautan. Allah SWT berfirman:
"Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: 'Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya hamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.' Dia (Khidir) berkata: 'Bukankah aku telah berkata: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.' Musa berkata: 'Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.' Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: 'Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.' Khidir berkata: 'Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?' Musa berkata: 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertairnu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.' Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: 'Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.' Khidir berkata: 'Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia ahan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereha mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari hasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakuhannya itu menurut kemauanku sendvri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.'" (QS. al-Kahfi: 71-82)
Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya bahwa ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahwa banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat yang besar. Pemilik perahu itu akan menganggap bahwa usaha melobangi perahu mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk merampas perahu-perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang rusak. Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan mereka tidak akan mati kelaparan. Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahwa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka karena Allah SWT akan memberi mereka—sebagai ganti darinya—anak yang baik yang dapat menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua dan mereka tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang terbunuh. Demikianlah bahwa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya, suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik temyata justru di balik itu terdapat keburukan.
Mula-mula Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah SWT tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah SWT yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya, Musa kembali menemui pembatunya dan menemaninya untuk kembali ke Bani Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya dalam syariat karena di sana terdapat ilmu hakikat, dan ia tidak mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh manusia karena di balik itu terdapat rahmat Allah SWT yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya. Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini. Nabi Musa mengetahui bahwa ia berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana ia bukanlah lautan syariat yang diminum oleh para nabi. Kita berhadapan dengan lautan hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu yang tidak dapat kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna dengan logika biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang biasa terjadi di atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah SWT wahyukan kepada mereka.
Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah pemilik ilmu ini? Apakah ia seorang wali atau seorang nabi? Mayoritas kaum sufi berpendapat bahwa hamba Allah SWT ini dari wali-wali Allah SWT. Allah SWT telah memberinya sebagian ilmuladuni kepadanya tanpa sebab-sebab tertentu. Sebagian ulama berpendapat bahwa hamba saleh ini adalah seorang nabi. Untuk mendukung pernyataannya ulama-ulama tersebut menyampaikan beberapa argumentasi melalui ayat Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya.
Pertama, firman-Nya:
"Lalu mereka bertemu dengan searang hamba di antara hamba-ham-ba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."
Kedua, perkataan Musa kepadanya:
"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?' Musa berkata: 'lnsya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orangyang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu rmnanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu,'" (QS. al-Kahfi: 66-70)
Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa tidak akan berdiaog atau berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia tidak akan menjawab kepada Musa dengan jawaban yang demikian. Bila ia bukan seorang nabi maka berarti ia tidak maksum sehingga Musa tidak harus memperoleh ilmu dari seseorang wali yang tidak maksum.
Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak kecil itu melalui wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya. Ini adalah dalil tersendiri yang menunjukkan kenabiannya dan bukti kuat yang menunjukkan kemaksumannya. Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh jiwa yang tidak berdosa dengan hanya berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi apa yang terlintas dalam hatinya tidak selalu maksum karena terkadang ia membuat kesalahan. Jadi, keberanian Khidir untuk membunuh anak kacil itu sebagai bukti kenabiannya.
Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:
"Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. " (QS. al-Kahfi: 82)
Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun ia merupakan perintah dari Allah SWT dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat para ulama dan para ahli zuhud. Para ulama berpendapat bahwa Khidir adalah seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh sufi berpendapat bahwa Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah SWT.
Salah satu pernyataan Kliidir yang sering dikemukakan oleh tokoh sufi adalah perkataan Wahab bin Munabeh, Khidir berkata: "Wahai Musa, manusia akan disiksa di dunia sesuai dengan kadar kecintaan mereka atau kecenderungan mereka terhadapnya (dunia)." Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata: "Musa berkata kepada Khidir: "Berilah aku nasihat." Khidir menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kamu untuk taat kepada-Nya." Para ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang Khidir dan setiap mereka mengklaim kebenaran pendapatnya. Perbedaan pendapat ini berujung pangkal kepada anggapan para ulama bahwa mereka adalah sebagai pewaris para nabi, sedangkan kaum sufi menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat yang mana salah satu tokoh terkemuka dari ahli hakikat itu adalah Khidir. Kami sendiri cenderung untuk menganggap Khidir sebagai seorang nabi karena beliau menerima ilmu laduni. Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam konteks Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas yang gamblang yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai seorang wali yang diberi oleh Allah SWT sebagian ilmu laduni.
Barangkali kesamaran seputar pribadi yang mulia ini memang disengaja agar orang yang mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama dari inti cerita. Hendaklah kita berada di batas yang benar dan tidak terlalu jauh mempersoalkan kenabiannya atau kewaliannya. Yang jelas, ketika kami memasukkannya dalam jajaran para nabi karena ia adalah seorang guru dari Musa dan seorang ustadz baginya untuk beberapa waktu.♦

Sejarah berdirinya Muhammadiyah


SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH DI INDONESIA
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
B. PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI INDONESIA
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
A. Latar Belakang Kelahiran
Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18 Nopember 1912 M. Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama nabi terakhir, kemudian mendapatkan ‘ya nisbiyah’ yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikutnya Muhammad. Tujuan : menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.
Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu’allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia. Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, berasa Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan Muhammadiyah bermaksud untuk berta’faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup sebagai realita.
Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat.
B. Visi dan Misi Muhammadiyah
1. Visi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2. Misi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi :
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
C. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah
1. Faktor obyektif yang bersifat Internal
a) Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk
1. Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
2. Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
b) Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
2. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.
1. C. Tokoh-Tokoh Muhammadiyah Dari Masa ke Masa
No Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan
1 KH. Ahmad Dahlan 1912 1923
2 KH. Ibrahim 1923 1932
3 KH. Hisyam 1932 1936
4 KH. Mas Mansur 1936 1942
5 Ki Bagoes Hadikoesoemo 1942 1953
6 Buya AR Sutan Mansur 1953 1959
7 KH. M Yunus Anis 1959 1962
8 KH. Ahmad Badawi 1962 1968
9 KH. Faqih Usman 1968 1971
10 KH. AR. Fachruddin 1971 1990
11 KH. A. Azhar Basyir 1990 1995
12 Prof. Dr. H. Amien Rais 1995 2000
13 Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif 2000 2005
14 Prof. Dr. H. Din Syamsuddin 2005 Sampai Sekarang dan habis masa jabatannya tahun 2015
D. Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia
1. Perkembanngan secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.
1. Perkembangan secara Horizontal
Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:
1. Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
3. Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
4. Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
5. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga berencana.
6. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
7. Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara sederhana, tetapi menyeluruh.
Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:
1. mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan, dan
2. mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama. Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:
1. Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
2. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.
3. Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.
4. Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntunan Ilahi.
Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:
1. Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
2. Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
3. Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.
4. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-tulisannya.
5. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.
6. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di dalamnya.
7. Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.
Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam persyarikatan Muhammadiyah, organisasi otonom (Ortom) ini ada beberapa buah, yaitu:
1. ‘Aisyiyah
2. Nasyiatul ‘Aisyiyah
3. Pemuda Muhammadiyah
4. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
5. Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)
6. Tapak Suci Putra Muhamadiyah
7. Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan
Organisasi-organisasi otonom tersebut termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.
E. Pemikiran/Gagasan Tokoh-Tokoh Muhammadiyah
1. K.H. Ahmad Dahlan, lahir di Yogjakarta 1 Agustus 1868, ia berasal adari elit keagamaan kesultanan Yogjakarta, menjadi haji tahun 1890, sekembalinya dari Mekkah, gagasanya memperbaharui Islam melalui organisasi yang dibentuknya. Hingga tahun 1925 Muhammadiyah telah mendirikan 50 buah sekolah dengan jumlah murid 4000 orang, balai pengobatan dan panti asuhan.
2. K.H. Ibrahim,lahir 7 Mei 1874 di Yogjakarta, beliau adik Nyai Ahmad Dahlan. Pada masa ini Muhammadiyah mengalami perkembangan yang pesat. Gagasannya adalah 1) kaum ibu supaya rajin beramal dan beribadah, senantiasa mengingat Allah, rajin menjalankan perintah agama Islam, 2) pengajian model sorogan, yaitu belajar prifat bersifat sindividual terutama untuk anak-anak muda, dan model weton, yaitu cara mengajar mengaji kyai membaca sedang santri-santrinya mendengarkan dengan memegang kitabnya masing-masing, 3) konggres mulai diadakan secara bergiliran diseluruh kota Indonesia, seperti konggres Muhammadiyah ke 15di Surabaya, kemudian berturut-turut setelah itu di selenggarakan di kota Pekalongan, Solo, Bukittinggi, Makasar dan Semarang, 4) bea siswa, khitanan massal, memperbaiki badan perkawinan dan menjodohka putra-putri Muhammadiyah, penurunan gambar KH. Ahmad Dahlan, karena ada indikasi mengkultuskan beliau, 5) member kebebasan pada golongan muda untuk mengekspresikan cara-cara berdakwah.
3. KH. Hisyam, lahir Yogjakarta, 10 November 1883, pada pereode ini perekembangan sekolah sekolah Muhammadiyah tumbuh subur bak jamur, karena beliau lebih memperhatikan tentang pendidikan dan pengajaran .Gagasannya, tentang 1) ketertiban administrasi dan menejemen organisasi, 2) modernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah, sampai masa berakhir kepemimpinannya tahun 1932 telah berdiri 103 volkschool, 47 Standaardschool, 69 hollandschool Inlandsche School ( HIS), dan 25 Schael School , yaitu sekolah lima tahun yang menyambung ke MULO ( Meer Uitgedbreid lager Onderwijs) setara dengan SMP saat ini., 5) menerima subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.
4. Mas Mansyur, lahir Surabaya 25 Juni 1896, pahlawan nasional dan anggota 4 serangkai dalam pergerakan Nasional Indonesia. Gagasannya, 1) membentuk majlis diskusi bersama (Tawsir al- Afkar) berdiri karena latar belang kekolotan masyarakat Surabaya 2) membebaskan tanah air dari penjajahan, 3) menerbitkan majalah Suara Santri, 4) memperbolehkan bunga bank.
5. Ki Bagus Hadikoesoemo, lahir Yogjakarta, dengan nama R Hidayat, 24 November 1890, merupakan tokoh kuat patriotik, anggota BPUPKI dan PPKI. Gagasanya, 1) sangat besar peranannya dalam mukodimah UUD 1945, dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan, 2) merumuskan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang dijadikan muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, 3) memperlakukan hukum agama Islam, 4) menentang penghormatan kepada dewa matahari pada masa pemerintahan Jepang,
6. Prof. Dr. Amin Rais, lahir di Solo, 26 April 1944, ia politikus yang pernah menjabat ketua MPR pereode 1999 -2004, seorang yang kritis pada kebijakan pemerintah, dijuluki “King Maker” dalam jabatan Presiden Indonesia saat awal reformasi. Gagasanya, 1) mendirikan PAN dan membawa organisasi ke partai politik, 2) mendukung evaluasi kontrak karya terhadap PT Freeport Indonesia.
7. Prof. Dr.Ahmad Syafi’i Ma’arif, lahir Sijunjung Sumatera Barat, 31 Mei 1935, tokoh ilmuwan yang mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat, sikap yang plural, kritis dan bersahaja. Gagasannya tertuang dalam tulisan-tulisannya seperti dalam buku Dinamika Islam dan Islam Mengapa Tidak ?
8. Prof. Dr. Din Syamsudin, lahir Sumabawa Besar, Nusatengara Tenggara Barat, 31 Agustus 1958, politisi yang saat ini masih menjabat sebagai ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Gagasannya, ia memandang bahwa terorisme lebih relevan bila dikaitkan dengan isu poliik dibanding dengan isu idilogi, ia juga tidak senang bila sebagian kelompok umat Islam menggunakan label Islam dalam melakukan aksi terorisme, menurutnya, aksi terorisme yang mengatasnamakan Islan akan merugikan umat Islam baik dalam tingkat internal umat Islam atau pada skala global
9. HAMKA, nama singkatan dari Haji Abdul Malik Karim ‘Amrullah ( Maninjau, Sumatera Barat 16 Februari 1908 – Jakarta, 24 Juli 1981), tokoh dan pengarang Islam. Putera seorang ulama terkemuka, terkenal dengan Haji Rasul dan medapat gelar doctor dari Al- Azhar ( 1955), membawa pembaharuan dalam soal agama di Minangkabau , pendidikan formal SD tetapi banyak belajar sendiri , terutama dalam bidang agama. Keahlian dalam Islam diakui oleh Internasional sehingga mendapat gelar kehormatan dari Al-Azhar tahun 1955 dan Universitas Kebangsaan Malaysia ( 1976). Tahun 1924 beliau merantau di pulau Jawa, untuk belajar antara lain kepada H.O.S. Tjokroaminoto dan aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Karya tulisnya adalah, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal van der Wijck, Merantau ke Deli, Di Dalam Lembah Kehidupan.
10. H. Abul Karim Oei ( Oei Tjen Hien ), lahir di Padang Panjang, 1905, mantan anggota parlemen RI dan mendirikan organisasi etnis Tionghoa Islam dengan nama Persatuan Islam Tionghoa Indonesia/ PITI. Mantan komisaris BCA dan akktif dalam pembauran / asimilasi Gagasannya, kesadaran harus hidup keluar dari lingkungan etnisnya.



Sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama


Nahdlatul Ulama' disingkat dengan NUmemiliki arti kebangkitan ulama'. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama' pada tanggal 31 Januari 1926 Masehi atau 16 Rajab 1344 Hijriyah di Kota Surabaya.

Latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama' memang sangat berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam waktu itu. Di tahun 1924, Syarif Husein yaitu seorang Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang bermadzhab Wahabi.

Pasca peristiwa itu, tersebarlah berita penguasa baru yang akan melarang semua bentuk amaliah keagamaan ala kaum Sunni yang pada saat itu memang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengalaman agama sistem bermadzhab, ziarah kubur, tawasul, maulid nabi dan sebagainya secepatnya akan segera dilarang.

Tidak hanya itu saja, Raja Ibnu Saud juga menginginkan supaya melebarkan daerah kekuasaannya sampai ke seluruh dunia Islam. Dengan dalil demi kejayaan Islam, ia berencana untuk meneruskan kekhilafahan Islam yang telah terputus di Turki pasca runtuhnya Daulah Usmaniyah. Untuk itu, Raja Ibnu Saud berencana menggelar Muktamar Khilafah yang ada di Kota Suci Makkah sebagai penerus Khilafah yang terputus itu.

Semua negara Islam di dunia akan diundang untuk menghadiri acara muktamar tersebut, termasuk juga Indonesia. Awalnya, utusan yang di percaya yaitu HOS Cokroaminoto (SI), K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah) serta K.H. Abdul Wahab hasbullah (pesantren). Akan tetapi, rupanya ada sedikit permainan licik di antara kelompok yang mengusung para calon utusan Indonesia. Sebab Kiai Wahab tidak mewakili organisasi resmi, maka nama beliau kemudian dicoret dari daftar calon utusan.

Peristiwa tersebut akhirnya menyadarkan para ulama' pengasuh pesantren akan pentingnya sebuah organisasi. Sekaligus menyisakan skit hati yang mendalam, sebab tidak ada lagi yang bisa dititipi sikap keberatan akan semua rencana Raja Ibnu Saud yang bertujuan akan mengubah model beragama di Makkah. Para ulama pesantren tentu tidak terima akan kebijakan raja yang anti kebebasan bermadzhab, anti ziarah makam, anti maulid nabi dan lain sebagainya. Bahkan, sempat terdengar pula berita bahwa makam Nabi Agung Muhammad saw berencana untuk digusur.

Menurut para kiai pesantren, pembaruan adalah suatu keharusan. K.H. Hasyim Asy'ari juga tidak mempersoalkan dan bisa menerima gagasan para kaum modernis supaya menghimbau umat Islam kembali pada ajaran yang 'murni'. Namun, Kiai Hasyim tidak bisa menerima jika pemikiran mereka meminta umat Islam melepaskan diri dari sistem bermadzhab.

Di samping itu, sebab ide pembaruan yang dilakukan dengan cara melecehkan, merendahkan serta membodoh-bodohkan, maka para ulama' pesantren kemudian menolaknya. Menurut mereka, pembaruan akan tetap dibutuhkan, namun tidak dengan khazanah keilmuan yang sudah ada dan masih bersangkutan. Karena kondisi itulah maka Jam'iyah Nahdlatul Ulama' didirikan.

Pendiri resmi Jam'iyah Nahdlatul Ulama' sendiri tak lain adalah Hadratus Syeikh K.H.M. Hasyim Asy'ari, satu-satunya pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Sedangkan yang bertindak sebagai arsitek sekaligus motor penggerak yaitu K.H. Abdul Wahab Hasbullah, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang. kiai Wahab ini adalah salah satu santri utama Kiai Hasyim. Ia sangat lincah dalam melakukan segala hal, energik, banyak akal ditambah ia sangat mahir dalam ilmu seni bela diri (pencak silat).

Susunan Pengurus PBNU Generasi Pertama Tahun 1926:

Syuriah

Rais Akbar : K.H. Hasyim Asy'ari dari Jombang
Wakil Rais Akbar : K.H. Dahlan Ahyad dari Kebondalem, Surabaya
Katib Awal : K.H. Abdul Wahab Hasbullah dari Jombang
Katib Tsani : K.H. Abdul Claim dari Cirebon
A'wan : [1] K.H. Mas Alwi Abdul Aziz (Surabaya) [2] K.H. Ridwan Abdullah (Surabaya) [3] K.H. Said (Surabaya) [4] K.H. Bisri Syamsuri (Jombang) [5] K.H. Abdullah Ubaid (Surabaya) [6] K.H. Nahrowi (Malang) [7] K.H. Amin (Surabaya) [8] K.H. Maskuri (Lasem) [9] K.H. Nahrowi (Surabaya)
Mustasyar : [1] K.H. R. Asnawi (Kudus) [2] K.H. Ridwan (Semarang) [3] K.H. Mas Nawawi, Sidogiri (Pasuruan) [4] K.H. Doro Muntoho (Bangkalan) [5] Syeikh Ahmad Ghonaim al-Misri (Mesir) [6] K.H. R. Hambali (Kudus)

Tanfidziyah

Ketua : H. Hasan Gipo dari Surabaya
Penulis : M. Sidiq Sugeng Judodiwirjo dari Pemalang
Bendahara : H. Burhan dari Gresik
Pembantu : [1] H. Soleh Jamil (Surabaya) [2] H. Ichsan (Surabaya) [3] H. Dja'far Alwan (Surabaya) [4] H. Usman (Surabaya) [5] H. Ahzab (Surabaya) [6] H. Nawawi (Surabaya) [7] H. Dahlan (Surabaya) [8] H. Mangun (Surabaya)
Baca juga: Visi dan Misi Utama Organisasi Nahdlatul Ulama
Didirikannya organisasi Nahldatul Ulama' ini bertujuan untuk melestarikan, mengembangkan serta mengamalkan ajaran agama Islam yang berpaham Ahlussunnah Waljamaah dengan menganut salah satu dari empat Imam Besar (Hambali, Syafi'i, Maliki dan Hanafi).

Bahkan dalam Anggaran Dasar pertama yang dibentuk pada tahun 1927 dinyatakan bahwa organisasi tersebut bertujuan untuk merapatkan kesetiaan kaum muslimin pada salah satu dari empat madzhab. Adapun kegiatan yang dilakukan pada masa itu antara lain:
  1. Memperluas jumlah madrasah dan memperbaiki organisasinya.
  2. Penyebaran ajaran Islam yang sesuai berdasarkan empat madzhab.
  3. Memperkuat persatuan ulama yang masih setia kepada madzhab.
  4. Membantu pembangunan masjid, musholla dan pondok pesantren.Memberikan bimbingan tentang jenis-jenis kitab yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan.
  5. Membantu anak-anak yatim piatu dan fakir miskin.

Dalam Pasal 3 Statuten Perkumpulan NU tahun 1933 disebutkan:

Mengadakan suatu hubungan antara ulama-ulama yang bermadzhab, memeriksa seluruh kitab-kitab apakah itu berasal dari kitab Ahlussunnah Waljamaah atau malah dari kitab-kitab ahli bid'ah, menyebarkan agama Islam dengan cara yang baik dan tidak merugikan orang lain, berikhtiar agar bisa memperbanyak madrasah, masjid, surau serta pondok pesantren, begitu juga dengan hal ikhwalnya anak yatim dan juga orang-orang fakir miskin, serta mendirikan badan-badan agar dapat memajukan pertanian, perniagaan yang halal dan tidak melanggar syara' agama.

Kamis, 02 Maret 2017

KISAH NABI SULAIMAN DAN SANGHYANG WENANG

KISAH NABI SULAIMAN DAN SANGHYANG WENANG

Sang Hyang Wenang : Cucu Sayid Anwar, Cicit Nabi SYS a

...

Sanghyang Wenang adalah nama seorang dewa senior dalam tradisi pewayangan Jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Batara Guru, pemimpin Kahyangan Suralaya. Ia sendiri bertempat tinggal di Kahyangan Awang-awang Kumitir.Kisah kehidupan Sanghyang Wenang yang diangkat dalam pentas pewayangan antara lain bersumber dari naskah Serat Paramayoga yang disusun oleh pujangga Ranggawarsita.

Serat Paramayoga merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan unsur Islam, Hindu, dan Jawa asli. Tokoh Sanghyang Wenang misalnya, disebut sebagai leluhur dewa-dewa Mahabharata sekaligus keturunan dari Nabi Adam. Sanghyang Wenang merupakan putra Sanghyang Nurrasa, putra Sanghyang Nurcahya, putra Nabi Sis, putra Nabi Adam. Ia memiliki seorang kakak bernama Sanghyang Darmajaka dan seorang adik bernama Sanghyang Pramanawisesa. Setelah dewasa, Sanghyang Wenang mewarisi takhta Kahyangan Pulau Dewa dari ayahnya. Kahyangan ini konon sekarang terletak di negaraMaladewa, di sebelah barat India.

Sanghyang Wenang dipuja bagaikan Tuhan oleh para penduduk Pulau Dewa yang saat itu kebanyakan dari bangsa jin. Hal ini didengar oleh Nabi Sulaiman pemimpin Bani Israil. Para pengikut Nabi Sulaiman mendesak supaya Sanghyang Wenang diberi hukuman. Nabi Sulaiman pun mengirim panglimanya yang bernama Jin Sakar untuk menyerang Pulau Dewa.Jin Sakar tiba di tujuannya. Namun justru dirinya yang berhasil dikalahkan Sanghyang Wenang. Jin Sakar dikirim balik untuk mencuri rahasia kesaktian Nabi Sulaiman, yaitu Cincin Maklukatgaib pemberian Tuhan. Setelah berhasil mencuri cincin tersebut, Jin Sakar kembali ke Pulau Dewa, namun Cincin Maklukatgaib jatuh tercebur ke dasar laut.

Nabi Sulaiman jatuh sakit setelah kehilangan cincinnya. Berkat doanya yang tekun, ia pun memperoleh kesembuhan. Pulau Dewa tempat Sanghyang Wenang dipasangi tumbal sehingga meledak dan hancur menjadi pulau-pulau kecil. Sanghyang Wenang sendiri bahkan sampai mengungsi ke dasar laut. Beberapa tahun kemudian setelah Nabi Sulaiman meninggal, Sanghyang Wenang pun muncul kembali dan membangun kahyangan baru di Gunung Tengguru. Setelah memimpin sekian tahun lamanya, Sanghyang Wenang mewariskan takhta kahyangan kepada putranya yang bernama Sanghyang Tunggal. Setelah itu, ia sendiri juga manunggal, bersatu ke dalam diri putranya itu.

Meskipun Sanghyang Wenang telah bersatu ke dalam diri Sanghyang Tunggal, namun para dalang dalam pementasan wayang masih tetap memunculkan tokoh Sanghyang Wenang dalam lakon-lakon tertentu. Hal ini dimungkinkan karena setelah bersatu dengan ayahnya, Sanghyang Tunggal tetap memakai nama ayahnya, yaitu Sanghyang Wenang sebagai salah satu nama julukannya.


Kitab Parama Yoga : Kisah Tentang Keturunan Sayid Anwar ?


Kitab Paramayoga ditulis oleh R.Ng. Ranggawarsita, seorang yang suci bertemu jati diri, seorang pujangga, dan sangat dihormati. Beliau menulis Kitab Paramayoga konon terinspirasi Serat Kandha yang ditulis oleh kakek buyut beliau yaitu R.Ng. Yasadipura I.

Paramayoga menyebutkan bahwa Nabi Adam memiliki anak 40 pasang kembar dampit ditambah 2 yang tidak lahir secara kembar. Yang laki-laki Sayidina Sis, sedang yang perempuan Siti Hanun. Dalam Jitapsara (Kitab susunan Begawan Palasara, Jawa) disebut Sang Hyang Sita. Anwas (Nasa, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud bayi laki-laki (dari Dewi Mulat) dan Anwar (Nara, dalam Jitapsara)


Brahma Cicit Syang Hyang Wenang adalah Nabi Ibrahim a.s.



Brahma adalah asal muasal orang Jawa. Padahal Brahma adalah cicit dari Syang Hyang Wenang yang merupakan galur dari Sayid Anwar Putra Nabi Sys a.s. Brahma dicurigai adalah nama plesetan dari Nabi Ibrahim. Penduduk Jawa merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim dan Siti Sarah ? Karena dalam mitologi Jawa istri dari Brahma adalah Saraswati ?

Bani Jawi Keturunan Nabi Ibrahim

Di dalam Kitab ‘al-Kamil fi al-Tarikh’ tulisan Ibnu Athir, menyatakan bahwa Bani Jawi (yang di dalamnya termasuk Bangsa Sunda, Jawa, Melayu Sumatera, Bugis… dsb), adalah keturunan Nabi Ibrahim.

Bani Jawi sebagai keturunan Nabi Ibrahim, semakin nyata, ketika baru-baru ini, dari penelitian seorang Profesor Universiti Kebangsaaan Malaysia (UKM), diperoleh data bahwa, di dalam darah DNA Melayu, terdapat 27% Variant Mediterranaen (merupakan DNA bangsa-bangsa EURO-Semitik).

Variant Mediterranaen sendiri terdapat juga di dalam DNA keturunan Nabi Ibrahim yang lain, seperti pada bangsa Arab dan Bani Israil.

Sekilas dari beberapa pernyataan di atas, sepertinya terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Akan tetapi, setelah melalui penyelusuran yang lebih mendalam, diperoleh fakta, bahwa Brahma yang terdapat di dalam Metologi Jawa indentik dengan Nabi Ibrahim.

- Brahma adalah Nabi Ibrahim

Mitos atau Legenda, terkadang merupakan peristiwa sejarah. Akan tetapi, peristiwa tersebut menjadi kabur, ketika kejadiannya di lebih-lebihkan dari kenyataan yang ada.

Mitos Brahma sebagai leluhur bangsa-bangsa di Nusantara, boleh jadi merupakan peristiwa sejarah, yakni mengenai kedatangan Nabi Ibrahim untuk berdakwah, dimana kemudian beliau beristeri Siti Qanturah (Qatura/Keturah), yang kelak akan menjadi leluhur Bani Jawi (Melayu Deutro).

Dan kita telah sama pahami bahwa, Nabi Ibrahim berasal dari bangsa ‘Ibriyah, kata ‘Ibriyah berasal dari ‘ain, ba, ra atau ‘abara yang berarti menyeberang. Nama Ibra-him (alif ba ra-ha ya mim), merupakan asal dari nama Brahma (ba ra-ha mim).

Beberapa fakta yang menunjukkan bahwa Brahma yang terdapat di dalam Mitologi Jawa adalah Nabi Ibrahim, di antaranya :

1. Nabi Ibrahim memiliki isteri bernama Sara, sementara Brahma pasangannya bernama Saraswati.

2. Nabi Ibrahim hampir mengorbankan anak sulungnya yang bernama Ismail, sementara Brahma terhadap anak sulungnya yang bernama Atharva (Muhammad in Parsi, Hindoo and Buddhist, tulisan A.H. Vidyarthi dan U. Ali)…

3. Brahma adalah perlambang Monotheisme, yaitu keyakinan kepada Tuhan Yang Esa (Brahman), sementara Nabi Ibrahim adalah Rasul yang mengajarkan ke-ESA-an ALLAH.

- Bukti-bukti Ajaran Monotheisme di dalam Kitab Veda, antara lain :

Yajurveda Ch. 32 V. 3 menyatakan bahwa tidak ada rupa bagi Tuhan, Dia tidak pernah dilahirkan, Dia yg berhak disembah

Yajurveda Ch. 40 V. 8 menyatakan bahwa Tuhan tidak berbentuk dan dia suci

Atharvaveda Bk. 20 Hymn 58 V. 3 menyatakan bahwa sungguh Tuhan itu Maha Besar

Yajurveda Ch. 32 V. 3 menyatakan bahwa tidak ada rupa bagi Tuhan

Rigveda Bk. 1 Hymn 1 V. 1 menyebutkan : kami tidak menyembah kecuali Tuhan yg satu

Rigveda Bk. 6 Hymn 45 V. 6 menyebutkan “sembahlah Dia saja, Tuhan yang sesungguhnya”

Dalam Brahama Sutra disebutkan : “Hanya ada satu Tuhan, tidak ada yg kedua. Tuhan tidak berbilang sama sekali”.

Ajaran Monotheisme di dalam Veda, pada mulanya berasal dari Brahma (Nabi Ibrahim). Jadi makna awal dari Brahma bukanlah Pencipta, melainkan pembawa ajaran dari yang Maha Pencipta.

Nabi Ibrahim mendirikan Baitullah (Ka’bah) di Bakkah (Makkah), sementara Brahma membangun rumah Tuhan, agar Tuhan di ingat di sana (Muhammad in Parsi, Hindoo and Buddhist, tulisan A.H. Vidyarthi dan U. Ali).

Bahkan secara rinci, kitab Veda menceritakan tentang bangunan tersebut :

Tempat kediaman malaikat ini, mempunyai delapan putaran dan sembilan pintu… (Atharva Veda 10:2:31)

Kitab Veda memberi gambaran sebenarnya tentang Ka’bah yang didirikan Nabi Ibrahim.

Makna delapan putaran adalah delapan garis alami yang mengitari wilayah Bakkah, diantara perbukitan, yaitu Jabl Khalij, Jabl Kaikan, Jabl Hindi, Jabl Lala, Jabl Kada, Jabl Hadida, Jabl Abi Qabes dan Jabl Umar.

Sementara sembilan pintu terdiri dari : Bab Ibrahim, Bab al Vida, Bab al Safa, Bab Ali, Bab Abbas, Bab al Nabi, Bab al Salam, Bab al Ziarat dan Bab al Haram.

- Monotheisme Ibrahim

Peninggalan Nabi Ibrahim, sebagai Rasul pembawa ajaran Monotheisme, jejaknya masih dapat terlihat pada keyakinan suku Jawa, yang merupakan suku terbesar dari Bani Jawi.

Suku Jawa sudah sejak dahulu, mereka menganut monotheisme, seperti keyakinan adanya Sang Hyang Widhi atau Sangkan Paraning Dumadi.

Selain suku Jawa, pemahaman monotheisme juga terdapat di dalam masyarakat Sunda Kuno. Hal ini bisa kita jumpai pada Keyakinan Sunda Wiwitan. Mereka meyakini adanya ‘Allah Yang Maha Kuasa’, yang dilambangkan dengan ucapan bahasa ‘Nu Ngersakeun’ atau disebut juga ‘Sang Hyang Keresa’.

Dengan demikian, adalah sangat wajar jika kemudian mayoritas Bani Jawi (khususnya masyarakat Jawa) menerima Islam sebagai keyakinannya. Karena pada hakekatnya, Islam adalah penyempurna dari ajaran Monotheisme (Tauhid) yang di bawa oleh leluhurnya Nabi Ibrahim.


Sayid Anwar : Galur Asal Nenek Moyang Orang Jawa ?



Nabi Adam yang berputera Nabi Syits, dalam Mitologi Jawa mempunyai putra Nabi Syits menurunkan Sayid Anwas dan Sayid Anwar. Sayid Anwar mengubah namanya menjadi Sang Hyang Nur Cahya, setelah berhasil memasuki alam dwi pantara. Putranya kemudian bernama Sang Hyang Nur Rasa. Sang Hyang Nur Rasa kemudian menurunkan Sang Hyang Wenang, yang menurunkan Sang Hyang Tunggal. Dan Sang Hyang Tunggal, kemudian menurunkan Batara Guru, yang menurunkan Batara Brahma atau nama lainnya adalah Sri Maharaja Sunda, yang bermukim di Gunung Mahera.


Cupu Manik Astagina Dan Kotak Pandora ?



Kotak Pandora dan Kemampuannya yang Ajaib memiliki sebuah kemiripan dengan Cupu Manik Astagina Dalam Kisah Nabi Adam, Ajajil, Nabi Sys, dalam mitologi Pewayangan Jawa. Apakah Hubungan Antara Kisah Pewayangan jawa Dan Mitologi Yunani ?

Jadi Pandora box atau kotak Pandora adalah sebuah kisah yang berasal dari mitologi Yunani. Kisah sebuah patung wanita yang diciptakan Haphaestus atas perintah Zeus, yang kemudian akhirnya diberi kehidupan oleh Zeus dan diberi nama “Pandora”.

Selain manusia, bumi dulu juga ditempati oleh para Titan. Zeus sangat tidak menyukai beberapa titan, dan titan yang paling tak disukainya adalah Promotehus, yang bersikukuh hendak mencuri cahaya pengetahuan dari puncak gunung Olympus.

Nietzsche sangat mengagumi titan satu ini, yang menurutnya memiliki ciri “uebermensch” (sebagian menerjemahkannya “superman”, tapi penerjemah spesialis Nietzsche, Walter Kauffman, lebih suka menerjemahkannya menjadi “overman”. St. Sunardi, dalam bukunya tentang Nietzsche yang diterbikan lkis, menerjemahkan uebermensch menjadi “adimanusia”).

Zeus, diceritakan, juga membenci titan lainnya yang bernama Ephimetheus. Dia adalah kakak Promotheus. Untuk itu Zeus memerintahkan seorang dewa yang dikenal buruk rupa, tapi memiliki keahlian seni yang mumpuni untuk membuat sebuah patung perempuan.

Nama dewa itu Haphaestus. Dia adalah anak Zeus dari hasil perkimpoian dengan Hera. Karena dia memendam asmara tak kesampaian dengan Aprhodite, maka ia pun membuat patung perempuan yang kecantikannya menyerupai Aphrodite.

Penciptaan patung tersebut juga dipenuhi berkah dari dewa-dewi lainnya. Aphrodite menganugerahinya kecantikan, keanggunan, dan gairah. Hermes memberinya kecerdikan, keberanian, dan kemampuan untuk membujuk.

Demeter menunjukkannya cara memelihara taman. Athena mengajarinya ketangkasan dan memberi roh pada pandora. Apollo mengajarinya bernyanyi dengan merdu dan memainkan alat musik petik. Poseidon memberinya kalung mutiara dan kesaktian agar tak pernah tenggelam.

Horae menambah daya tarik pandora dengan menghiasi rambutnya dengan rangkaian bunga dan tumbuhan lain untuk membangkitkan ketertarikan para pria padanya. Hera memberinya rasa ingin tahu. Zeus membuatnya nekat, nakal, dan suka bermalas-malasan.

Zeus senang dengan kesempurnaan patung itu, lantas memberi patung itu kehidupan. Patung itu sendiri bentuknya lebih kecil dari ukuran manusia umumnya. Patung yang sudah diberi kehidupan itu diberi nama Pandora. Oleh Zeus, Pandora dititipi pula sebuah kotak rahasia yang tak boleh dibukanya.

Zeus lantas menghadiahkan patung itu pada Ephimetus. Kendati Promotheus sudah memeringatkan kakaknya akan kemungkinan tipu muslihat Zeus, Ephimetus telanjur menyukai dan mencintainya, karena Pandora memang sangat cantik.

Singkat kata, Pandora dan Ephimetus hidup berdampingan. Pandora sendiri hingga beberapa lama mampu menaati perintah untuk tidak membuka kotak itu. Tapi, lama kelamaan, Pandora penasaran dengan apa isi kotak yang dititipkan padanya.

Maka, dibukanyalah kotak tersebut. Dari dalam kotak, berhamburanlah segala macam keburukan, seperti penyakit, wabah kesedihan, dan keputusasaan. Sejak itu, bumi mulai mengenal penyakit dan segala keburukan hidup lainnya.

Konon di dalam kotak itu juga masih ada satu benda lain. Benda itu berbentuk kecil, namanya : “harapan”. Benda inilah yang kelak digunakan manusia di Bumi untuk terus bertahan dari segala macam penyakit, wabah, kesedihan, dll


SAYID ANWAR : Putra Nabi SYS a.s.



Sayid Anwar adalah cikal bakal para Dewa atau Hyang. Ijazil (Iblis) memohon kembali kepada Allah Sang Maha Pencipta agar Sayid Anwar diperkenankan berumur panjang hingga akhir zaman. Permohonan Ijazil (Iblis) dikabulkan.

Sayid Anwar lalu meminum dan mandi Maolkayat atau Tirta Kamandalu, yaitu “air kehidupan” yang berasal dari intisari awan mendung yang telah dicurahkan dari atas langit. Oleh Ijazil (Iblis) Tirta Kamandalu itu ditampung kedalam cupumanik Astagina (milik Nabi Adam dahulu yang terhempas badai), agar Tirta Kamandalu tidak pernah habis secara ajaib di dalam Cupumanik Astagina. Ijazil (Iblis) menganugerahkan cupu tersebut kepada Sayid Anwar.

Dan atas kodrat Allah, Sayid Anwar dipertemukan dengan pohon Rewan (Pohon Kehidupan, Lata Maosadi, Kalpataru, Oyod Mimang) yang sedang ngarang, gugur daun-daunnya. Akar pohon ini menjadi tanda dari kehidupan alam, dimana seluruh isi jagad raya yang mati sebelum takdirnya bila diatasnya diletakkan akar pohon ini akan hidup kembali. Sayid Anwar kemudian mengambil akar pohon tersebut dan kemudian menjadi salah satu pusaka para dewa. Oleh Ijazil (Iblis), Sayid Anwar mendapatkan sesotya (mutiara mustika, bola kristal) Retna Dumilah yang atas ijin Allah, sesotya tersebut bisa untuk memandang seluruh isi jagad raya dan mengetahui/membuat “tiruan” (prototype) surga dan neraka.

Kemudian Sayid Anwar diberi pelajaran berbagai ilmu pengetahuan dan kesaktian oleh Ijazil (Iblis). Diantaranya : ilmu pangiwa, ilmu patraping panitisan (ilmu menitis, reinkarnasi), ilmu manjing suruping pejah (sasahidan, semadi hingga mencapai mati sajroning urip) dan ilmu cakra panggilingan (ilmu menguasai perjalanan waktu, termasuk ilmu jangka atau ngerti sadurunge winarah atau mengetahui tabda-tanda kejadian yang akan datang).

Setelah menerima dan menguasai semua ilmu pengetahuan dan kesaktian, Sayid Anwar ingin kembali berkelana, ia sudah enggan kembali pulang ke keluarganya, kakek-neneknya, ayah ibunya, dan saudara-saudaranya. Ia merasa tidak bisa hidup berdampingan dengan mereka. Maka, Ijazil (Iblis) menyarankan untuk tinggal di Jazirat Ngariyat (Pulau Malwadewa). Di tempat itu Sayid Anwar disuruh bertapa di puncak gunung dengan cara mengikuti perjalanan matahari. Kalau matahari terbit dia menghadap ke timur, kalau matahari di tengah dia menengadah, dan kalau matahari sudah di barat dia menghadap ke barat.

Setelah tujuh tahun bertapa, atas kehendak Allah juga, Sayid Anwar hilang dimensi kemanusiaannya menjadi badan rohani di alam Adam-Makdum (alam ada tiada, sonyaruri atau awang-uwung, suwung). Bumi-langit tiada terlihat, tiada matahari tiada bulan tiada bintang, tiada malam dan siang, tiada arah kiblat, tiada ruang dan waktu. Semua menjadi tiada, yang ada tinggal rengkuhan (liputan) cahaya, hingga segala kehendaknya mendapat restu dari Allah Sang Maha Pencipta.

Alkisah cahaya yang memancar dari Sayid Anwar dilihat oleh Prabu Nurhadi (Sang Hyang Malhadewa) putra Prabu Rawangin (Sang Hyang Hartahetu). Prabu Nurhadi (Sang Hyang Malhadewa) adalah keturunan Jan-Banujan (nenek moyang jin). Prabu Nurhadi paham bahwa cahaya yang memancar itu bukanlah cahaya matahari, bukan cahaya bulan dan bukan cahaya bintang, itu cahaya keturunan Adam.

Kemudian cahaya tersebut didekati dan berusaha untuk menangkapnya. Namun Prabu Nurhadi tidak bisa menangkap cahaya tersebut. Cahaya yang tidak lain adalah Sayid Anwar itu mengaku sebagai Kang Murbeng Alam. Prabu Nurhadi membantah dan terjadi adu ilmu kesaktian. Prabu Nurhadi kalah dan selanjutnya tunduk takluk dan menyembah kepada Sayid Anwar. Kemudian Prabu Nurhadi mengajak Sayid Anwar ke kahyangannya dan dijadikan raja.

Setelah menjadi raja diantara bangsa jin di pulau Malwadewa, Sayid Anwar menggelarkan dirinya sebagai Sang Hyang Nurcahya (perpaduan cahaya). Selanjutnya Putri Prabu Nurhadi yang bernama Dewi Nurrini (Dewi Mahamuni) diserahkan dan dijadikan permaisuri Sang Hyang Nurcahya.Sang Hyang Nurcahya mendapatkan keturunan dari Dewi Nurrini (Dewi Mahamuni) berwujud Asrar (rahsa daya hidup, plasma, tan wujud) yang bercahaya sangat terang benderang menyilaukan dan menerangi kegelapan. Asrar (tan wujud) itu kemudian disiram dengan air kehidupan menjadi wujud. Oleh Sang Hyang Nurcahya diberi nama : Sang Hyang Nurrasa.